mulai melangkah mendekatiku.kakiku bergerak mundur.Kenapa dengan kaki ini."Kenapa, Ra? Kenapa Kau menjauhiku? Ini aku. Aku kembali"ia maju lagi. kali ini kakiku tak bergerak."Aku kedinginan, Ra"ia memelukku. badanku mati rasa. tak bisa bergerak. Aku jelas merasakan dinginnya tubuhnya. tapi aku masih tak tahu mau berkata apa. Diam.sedetik, dua detik, semenit, lima menit, ia masih memelukku. badannya jelas sangat berbeda. ia jauh lebih kurus.8 menit berlalu. tubuhku masih dipeluknya."Kakiku kram, Agung"akhirnya mulutku terbuka juga. ia agaknya mengerti, melepas dekapannya. aku duduk di sebuah balok tepian jalan tepat di bawah lampu ujung jalan ini.ia mendekat lagi. dentang waktu bergerak pelan."Ra, maafkan aku"aku beranikan diri menatap ke dalam matanya. aku memang sudah tak menemukan lagi cahaya mata yang dulu selalu kurindukan. kemana hilangnya kemilau itu, batinku protes. mungkinkah hilang bersama semangat hidupnya.semenit, dua menit. waktu berdetak semakin pelan. bibir itu mulai menggulung senyuman. tapi tak seindah senyuman yang dulu dia berikan.perlahan tangannya mengusap pipiku. dingin. tangan itu tak selembut dulu. kaku. gemetar."Apa yang terjadi selama kau pergi, Agung?"kukeluarkan sebuah pertanyaan yang sedari tadi menggerogoti pikiranku. ribuan pertanyaan lain kini menanti giliran."Apa yang terjadi selama aku pergi, Ra? Siapa yang telah menggantikanku di hatimu?"matanya tajam menatap mataku. aku sedikit takut. sorot matanya liar. perubahan itu membuatku gugup."Jangat takut, Ra. Meski mereka mengataiku kejam, aku tak akan mampu melukaimu.tak akan"aku sedikit lega. tapi ia mendekat lagi. mencium pipiku. aku tersentak. sekarang sudah hampir pukul 12 malam. apa jadinya jika ada yang melihat?"Kau masih tak berubah, Ra. wangimu tak berubah. kau masih memakai bedak yang sama saat aku mencium pipimu pertama kali. aku ingat jelas itu. Kini aku yakin kau masih milikku"kulihat sorot matanya kembali seperti saat kami berjumpa tadi. kami kembali terdiam. sunyi. hanya sorot lampu yang menerangi ujung jalan malam itu.beberapa menit berlalu. ia membuka suara"Aku belum bisa memberitahumu apa yang terjadi, Ra. suatu saat kau akan tahu apa yang membuatku kehilanganmu sesaat. Aku harus pergi sekarang. Tapi aku akan selalu menantimu disini, Ra. Saat rindu, kutunggu kau disini."Ia pun berlari. pergi bersama angin malam yang gemericiknya kembali mengutukiku. ia hilang di ujung jalan ini.kutengadahkan kepala. bulan sabit tersenyum. ia meninggalkanku bersama pertanyaan yang tak terjawab. kulangkahkan kaki menjauhi ujung jalan ini. pulang bersama rasa yang kini kembali.
Para hadirin sekalian!!! Ikutilah lomba kucing terbaik sekota tahun ini, di alun-alun kota, tanggal 7 Juni, pukul 12.00 siang! Bagi peserta yang mau mendaftar, segeralah ikut audisinya SEBELUM tanggal 7, di Petshop ini …! Bawa kucing, tentunya! Okeee!? Pastikan bulunya terawat, giginya bersih, matanya bening, dan telinganya tidak boleh kotor! Jangan lupa ditampilkan atraksi-atraksinya! Ditunggu, yaaaaks. :)
Lomba kucing terbaik!? Para pecinta kucing manapun pasti bersedia mengikutinya! Termasuk Rista. Okeee! pikir Rista semangat. Aku akan mengikutinya! Aku akan mengikutsertakan Ovi di lomba itu! Ovi pasti menaaang!
Secepat kilat, Rista berlari ke rumahnya dengan semangat menggebu-gebu. Pas di depan rumahnya, dia melepas sepatunya dalam waktu dua detik, dan langsung masuk begitu saja.
“Assalamu ‘alaikum!!!” serunya, ketika dia berlari melintasi ruang tamu, sementara ibunya sedang mengepel lantai. Wah, lantainya kotor lagi!
“Wa ‘alaikum salam!” seru ibunya kesal sambil berkacak pinggang. “Rista! Jangan lari-lari kalau kakimu kotor! Cuci kaki, sana!”
Rista menghela napas. Setelah dia mencuci kaki dan berganti baju, barulah dia menghampiri Ovi yang tertidur di karpet dapur.“Oviii!” seru Rista mengagetkan Ovi.
Kucing gemuk itu mengeong malas sambil melirik majikannya sekilas. Kemudian tidur lagi dengan posisi menyamping.
“Oviii!” seru Rista untuk yang kedua kalinya. Dia menggendong Ovi yang kaget. “Hei, tak ada waktu untuk bermalas-malasan. Aku akan segera mendaftarkanmu di lomba kucing terbaik itu!”
Jadi, Rista membopong kucingnya menuju Petshop yang tadi. Untuk berjaga-jaga, Rista mengikat Ovi dengan kalung khusus hewan, supaya Ovi tidak kabur nantinya.
“Ya, ada yang bisa kubantu, Dek?” tanya seorang pegawai di Petshop, ketika Rista dan Ovi masuk ke dalam ruangan ber-AC itu.
“Ini, Mbak. Kucingku mau kudaftarkan ke lomba kucing!” jawab Rista bersemangat.
“Hmm,” pegawai itu menatap Ovi yang menggeliat di gendongan Rista. Sepertinya dia agak takut dengan Ovi. “oke … silahkan mengantre di sana.” kata pegawai itu cuek.
Rista pun mengantre bersama para peserta yang lain. Betapa kagetnya Rista saat melihat kucing-kucing yang dibawa orang-orang. Kucing-kucing mereka kebanyakan kucing jenis persia yang cantiiik sekali. Bulunya panjang, mulus, tidak kusam, pokoknya terawat sekali! Bak kucing kerajaan yang anggun dan mempesona. Oh … kini Rista memandang Ovi. Wah, nampak beda sekali …. Nampaknya, Ovi tidak secantik para kucing itu.
Rista menyeringai cuek. Dia tetap saja yakin, kucingnya akan lulus audisi.
“Peserta berikutnya!” panggil seseorang dari dalam ruangan. Rista segera memasuki ruangan itu. Jantungnya berdegup kencang, walau dia bersemangat sekali.
Di ruangan itu terdapat dua orang juri yang bertampang serius dan menyeramkan. Yang satu adalah seorang wanita setengah umur yang memiliki beberapa uban putih di rambutnya yang bersanggul, memakai kacamata yang sedikit merosot ke hidung, dan lipstik merah kecoklat-coklatan yang melapisi kerutan di bibirnya. Yang satunya lagi adalah laki-laki muda dengan ekspresi bosan yang memiliki rambut gondrong yang panjang, yang hanya nampak sopan pada teman sejurinya.
“Halo, Nak. Siapa nama kucingmu?” tanya wanita paruh baya itu, tetapi pandangannya mengarah pada dokumen-dokumen yang berserakan di meja juri, sedangkan tangannya sibuk menggores-gores di sebuah daftar. Sementara juri laki-laki di sampingnya hanya mengurus data-data di laptop Apple-nya tanpa memandang Rista pula.
Gugup, Rista meletakkan Ovi di lantai. Dia mulai menenangkan kegugupannya. “Namanya Ovi, dan saya Rista.” akhirnya terucap perkataan dari mulutnya.
“Baiklah, Rista.” juri perempuan masih belum berpaling. “Namaku Bu Hena, dan dia Om Heri.”
Om Heri, juri gondrong itu, hanya mengangguk tanpa ekspresi.
“Ehm, jadi, bagaimana kucing saya??” Rista berkata.
Bu Hena menatap kucing Rista untuk beberapa lama. Alisnya berkerut saat mengatakan, “Mm, maafkan aku, Nak, tapi kucingmu tidak lulus audisi.”
“Apa!” jerit Rista sebal. Padahal, Juri itu baru melihat Ovi kurang dari sepuluh detik.
“Ya, ya. Benar sekali, kucing itu tidak pantas!” kritik Om Heri dengan suara pelan, tetapi Rista mendengarnya.
Rista mengembuskan napas kesal. Dihampirinya meja juri dekat-dekat. Dia menghentakkan telapak tangan kanannya di meja itu, membuat para juri melongo. “Ini penghinaan!” serunya. “Ovi adalah kucing termanis, terlucu, terpitar, terimut, termanja, dan tercantik di seluruh jagad raya! Kalian memang juri jelek! Huhhh!”
“Hei!” bentak Om Heri. “Itu pendapatmu. Kalau kamu bilang kucingmu bagus, itu wajar saja! Kamu kan pemiliknya …!”
“Anda juga! Wajar saja anda bilang kucing saya jelek! Pasti iri, kan?! Anda memang lebih jelek!”
“Sekuriti …!”
Seorang satpam dengan seragam biru-putih dengan tegas mengusir Rista dan Ovi dari Petshop.
“Argh!” Rista mendengus sambil menggendong Ovi, pulang ke rumah. “Dasar juri payah! Payah! Payaaaaaah!” omel Rista sambil melangkah lebar-lebar.
“Lho, lho? Ada apa, Ris?” tanya Ibu, ketika Rista tiba di ambang pintu.
“Itu, Bu! Jurinya bego banget! Masa berani-beraninya mereka bilang Ovi jelek!? Pakai ngusir, lagi! Arrrgh!” gerutu Rista. “Ovi, kan kucing super yang tidak ada duanyaaa!”
Ibu hanya mengerutkan alis. “Jangan bersedih kalau gagal. Ingat, dong, kegagalan itu awal dari kesuksesan!”
“Aku tidak gagal. Jurinya yang gatot—alias gagal total!”
Rista menurunkan Ovi yang dari tadi bergeliat di gendongannya, sehingga membuat jaketnya penuh bulu kucing. Rista menyibakkan jaketnya dan menaruhnya di gantungan baju, di balik pintu kamarnya. Dengan loyo, dia menjatuhkan diri di atas ranjang.
“Huh! Memangnya kucing macam apa, sih, yang diterima para juri dungu itu?? Palingan jenis kucing-kecebur-got!” gumam Rista, meremas bantalnya. “Aku mau lihat lombanya, ah. Biar aku lihat kucing-kucing yang menang itu seperti apa!”
***
Tanggal tujuh, adalah hari lomba kucing diselenggarakan di alun-alun kota. Lombanya dimulai jam 12.00. Para peserta lomba kucing sibuk mendandani kucing mereka yang unik. Nanti, kucing mereka ditampilkan di sebuah panggung, dengan atraksi-atraksi yang menggemaskan.
Lomba kucing dimulai sebentar lagi, ketika Rista tiba di alun-alun kota. Suasananya ramai sekali, penuh dengan orang-orang yang terpana akan keanggunan kucing-kucing yang mau ikut lomba. Bu Hena dan Om Heri juga tengah berkumpul di kerumunan orang-orang.
“Ah, biarpun kucing-kucing itu jenis angora, aku tidak peduli! Masih bagusan Ovi, kok!” dengus Rista sirik sambil melipat tangan.
Nah, perlombaan pun dimulai. Dengan anggun, peserta pertama menaiki panggung dan menunjukkan atraksi lompat-lompat di tangga dengan gaya yang unik. Peserta pertama bernama Jungie dengan majikannya, Herlin yang masih anak-anak. Jungie dan Herlin nampak seperti sobat lama yang sangat akrab. Mereka berdua menunjukkan kerja sama yang hebat!
Peserta berikutnya, Broto dan majikannya yang sudah kakek-kakek, Pak Joko. Pak Joko memang hebat! Sudah tua, tapi pintar melatih kucingnya cara menelepon seseorang. Aneh, tapi nyata!
Berikutnya adalah Viiko dengan majikannya, Kak Kiky. Sepertinya Kak Kiky sudah kuliah. Tapi kucingnya tak kalah hebat dengan yang lain. Viiko bisa berhitung penambahan, pengurangan, juga perkalian! Lalu muncul peserta berikutnya, dan seterusnya, sampai selesai. Lomba ini membutuhkan waktu yang lama, namun ternyata semua penonton yang menyaksian di alun-alun tidak bosan-bosannya menonton hewan-hewan imut itu. Begitu pula dengan Rista! Nah, sekarang dia baru mengakui bahwa kucing-kucing itu sangat menakjubkan.
Setelah selesai seleksi atraksi, para juri pun segera menguji kesehatan para kucing itu. Kucing yang ditaruh di keranjang kecil diperiksa kesehatannya, mulai dari telinga, hidung, mata, gigi, hingga bulu. Semuanya harus bueerrrsih-sih, tidak boleh ada kotoran atau kutu yang menempel bahkan setitik pun. Rista yang mengekori juri itu, terpana akan kebersihan kucing yang terawat. Dia jadi teringat Ovi!
Kondisi para kucing di perlombaan itu sangat beda dengan Ovi yang seperti kucing kampung biasa. Selain itu, Ovi jarang dimandikan, bau, banyak kutunya, bulunya gampang rontok, kusam, pokoknya jelek! Itu semua karena Rista yang kurang memperhatikan Ovi. Rista jadi menyesal karena menelantarkan Ovi. Rista berjanji, akan merawat Ovi dengan baik.
Setelah selesai seleksi kesehatan, Rista langsung menghampiri Om Heri dan Bu Hena untuk meminta maaf. Rista menyesal karena sudah menghina habis-habisan juri itu kemarin.
“Bu Hena, Om Heri,” panggil Rista pelan.
Bu Hena dan Om Heri menoleh ke Rista. “Eh? Kamu lagi! Ada apa, panggil panggil??” sahut Om Heri jutek. Sepertinya dia masih marah soal kemarin.
“Aku … aku minta maaf karena sudah menghina kalian berdua! Kalian memang benar, Ovi sungguh tak pantas mengikuti lomba ini. Karena dia itu kotor, kusam, pokoknya jelek! Ya, itu semua gara-gara aku yang tidak merawatnya baik-baik. Setelah aku melihat kekompakan antara majikan dan kucing di perlombaan ini, aku jadi menyesal telah mentelantarkan Ovi. Jadi, kurasa kalian memang benar! Oh, maafkan aku, Bu Hena, Om Heri!”
Om Heri dan Bu Hena berpandangan sesaat. Kemudian mereka kembali menatap Rista sambil tersenyum. “Oh, tidak apa-apa, Rista, kami memaafkanmu!” kata Bu Hena.
“Ya. Tapi maafkan aku juga kalau aku terlalu menghina kucingmu,” tambah Om Heri.
“Tidak apa-apa! Mulai sekarang, aku berjanji akan merawat Ovi baik-baik.” jawab Rista, mengulum senyum manis. “Dan, aku rasa aku harus mengajarinya atraksi yang memukau!”
Ketiganya tergelak. Mereka pun semakin akrab. Ternyata kedua juri itu tidak terlalu jahat, tapi baik sekali! Bahkan, Om Heri memberi tips merawat kucing kepada Rista. Aturannya, kucing harus diberi makan empat kali sehari, Dimandikan minimal dua kali seminggu, diperiksa ke dokter hewan sebulan sekali, dan harus divaksinasi dengan suntik anti toksoplasma. Rista manggut-manggut saja.
Sepulangnya dari alun-alun, Rista langsung melaksanakan tips-tips dari Om Heri. Dia berjanji akan mengikutsertakan Ovi pada tahun berikutnya! Tunggu saja … :)
Pages
AMAZING CAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blog Archive
-
▼
2010
(13)
-
▼
November
(12)
- "SUNAN DRAJAT" Diantara para wali, mungkin Sunan...
- Dampak Pemanasan Global terhadap Kesehatan Pemana...
- KOMPOS
- PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK UNTUK PAKAN TERNAK
- SAMPAH ORGANIK KOTORAN KERBAU SUMBER ENERGI ...
- PENGERTIAN SAMPAH ORGANIK
- CINTA TAK HARUS MEMILIKI
- AMAZING CAT
- PERTEMUAN DI UJUNG JALAN
- LOE KAGET GUE JUGA
- GADIS BERKERUDUNG MERAH JAMBU
- puisi g' jelas
-
▼
November
(12)
0 komentar:
Posting Komentar